Thursday, 15 May 2014

Tes Proyeksi

Latar Belakang Tes Proyeksi

Perkembangan psikologi proyektif banyak didasarkan sebagai protes terhadap teori atau aliran lama yang kebanyakan bersifat strukturalisme dan behaviorisme yang kebanyakan memandang individu bukan scara menyeluruh melainkan sebagai kumpulan dari beberapa aspek. Aspek psikologis manusia yang tidak disadari sulit diungkap dalam kondisi wajar. Jadi, dalam pendekatan proyektif diperlukan instrumen khusus yang dapat mengungkap aspek-aspek ketidaksadaran manusia –teknik proyektif ini kemungkinan subjek mau merespon, walaupun teknik proyektif mempunyai arti interpretatif, teknik ini pendekatannya menyeluruh (global approach)

Ada beberapa alasan mengapa kepribadian testi tidak diungkap atau ditanyakan secara langsung :
·    Tidak semua orang dapat mengkomunikasikan daengan jelas ide-ide dan sikap-sikap yang ada dalam kesadarannya.
·   Umumnya lebih mudah meghindari mengatakan hal-hal tersebut walaupun tidak dengan maksud menyembunyikannya.
·         Banyak hal yang tidak disadari oleh seseorang, yang tentu saja tidak mampu dia ungkapkan.

Tes ini berawal dari lingkungan klinis dan tetap merupakan alat yang penting bagi ahli klinis. Sejumlah metode berkembang dari prosedur terapeutis yang digunakan pada pasien. Dalam kerangka teoritis, kebanyakan teknik proyeksi mencerminkan pengaruh konsep psikoanalitik yang tradisional dan modern. Ada beberapa upaya terpisah yang meletakkan dasar bagi tenik proyektif dalam stimulus respon dalam teori stimulus respon dan dalam teori perseptual tentang kepribadian. Asumsi dasarnya adalah apabila subjek atau individu dihadapkan pda hal-hal yang ambigu maka subjek akan memproyeksikan kepribadiannya melalui jawaban-jawaban terhadap stimulus itu.

Tes proyeksi adalah pengungkapan aspek psikologis manusia dengan menggunakan alat proyeksi. Tes ini berdasar pada eksternalisasi aspek-aspek psikis terutama aspek-aspek ketidaksadaran ke dalam suatu rangsang yang kurang atau tidak berstruktur yang bersifat ambigu agar dapat memancing berbagai alternatif jawaban tanpa ada batasan.

Pelopor tes proyeksi adalah Freud (1984) dengan psikodinamikanya dan kemudian dikembangkan oleh Herman Rorschach (1921) dengan tes Rorschach dan Murray (1935) dengan tes TAT (Thematic Apperception Test) untuk mengungkap aspek-aspek kepribadian manusia. Tes proyeksi memberikan stimuli yang artinya tidak segera jelas; yaitu beberapa hal yang mendorong pasien untuk memproyeksikan kebutuhannya sendiri ke dalam situasi tes. Tes proyeksi kemungkinan tidak mempunyai jawaban benar atau salah, orang yang diuji harus memberikan arti sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan persepsinya. Oleh karena itu, tes proyektif menuntut kesimpulan yang luas dan kualitatif. Kecenderungan untuk subjektif ini dapat diatasi dengan pengetahuan dan pengalaman yang lebih besar terhadap tes.

Teknik proyektif yang banyak dikenal dan digunakan secara luas oleh ahli psikologi lainnya yaitu tes Rorschach, Thematic Apperception Test (TAT), tes Draw-A-Person (DAP), tes Make-A-Picture Story (MAPS), Michigan Picture Story Test, dan Sentence Completion Test. Berikut penjelasan lebih lanjutnya :

a) Thematic Apperception Test (TAT) : dikenal sebagai teknik interpretasi gambar karena menggunakan rangkaian standar provokatif berupa gambar ambigu dan subjek yang harus menceritakan sebuah cerita dari gambar yang tertera. Subjek diminta untuk mengatakan apa yang dipikirkannya dalam bentuk cerita yang dramatis.
b)      Childrean’s Apperception Test (CAT) : bentuk lain dari TAT adalah CAT yang digunakan untuk anak-anak. CAT menampilkan sepuluh gambar binatang dalam konteks sosial manusia seperti memainkan game atau tidur di tempat tidur. Pada versi ini dikenal sebagai CAT atau CAT-A (gambar binatang).
c)       Michigan Picture Story Test (MPST) : tes ini hampir sama dengan kedua tes diatas dan terdiri dari material yang menggambarkan anak-anak dalam hubungannya dengan orang tua, polisi, dan figur otoriter lainnya, juga teman-teman. Tes ini sangat bermanfaat dalam melihat struktur dari sikap anak-anak terhadap orang dewasa dan teman-teman sekaligus mengevaluasi masalah yang mungkin timbul.
d)    Make-A-Picture Story (MAPS) : tes ini juga hampir sama dengan MPST dalam interpretasi dan tujuan yang dimilikinya. Perbedaannya, individu boleh memilih karakter yang ada untuk membuat sebuah cerita berdasarkan situasi yang ada.
e)      Figure Drawing : mungkin sebagian dari kita pernah melakukan tes ini. Dalam tes ini, kemampuan menggambar bukanlah faktor utama. Salah satu bentuk tesnya adalah Draw-A-Person dimana individu diminta untuk menggambarkan seorang lelaki dan perempuan menggunakan pensil dan kertas.
f)       Incomplete Sentence Test : dalam metode proyektif ini, terdiri dari sejumlah kalimat tidak lengkap yang disajikan untuk dilengkapi. Biasanya bukan merupakan tes standar dan tidak diperlakukan secara kuantitatif. Peting sebagai bahan pertimbangan dalam situasi klinis yang memiliki asumsi bahwa respon individu terhadap stimulus yang ambigu merupakan proyeksi hal-hal yang ada dalam ketidaksadaran. Respon yang diberikan subjek dapat memberikan gambaran area konflik, termasuk juga kelebihan dan kekurangan dari kepribadian subjek.
g)      Competency Screening Test : diberikan kepada individu yang menjadi terdakwa untuk mempelajari interscorer kesadaran dan validitas prediktif tentang status mental atau intelegensi individu terkait dengan kasus individu yang sedang terjadi. Tes juga secara signifikan membedakan antara individu yang dikategorikan oleh praktisi sebagai tidak berkompetensi secara mental dan yang dikategorikan sebagai kompeten dalam sidang kasus yang dijalani.
h)      Rorschach Test : adalah sebuah tes psikologi dimana subjek mempersepsi sebuah bentuk gambar tinta yang dicatat dan kemudian dianalisis dengan menggunakan interpretasi psikologis. Beberapa psikolog menggunakan tes ini untuk memeriksa kepribadian sesorang baik karakteristik maupun fungsi emosional. Telah digunakan untuk mendeteksi gangguan pikiran yang mendasari individu, terutama kasus-kasus dimana pasien tidak mau untuk menggambarkan proses berpikir mereka secara terbuka. Tes ini mengambil nama dari penciptanya yaitu seorang psikolog bernama Hermann Rorschach.

Beberapa jenis teknik dalam tes proyeksi :
·    Associative Techniques : subjek menjawab stimulus dengan perkatan, image, atau ide-ide yang pertama kali muncul.
·   Construction Procedures : subjek mengkonstruk atau membuat suatu produk. Dari cerita itulah keadaan psikologis klien bisa diungkap.
·         Completion Tasks : melengkapi kalimat atau erita yang sudah ada atau disediakan sebelumnya.
·         Choice or Ordering Devices : mengatur kembali gambar, mencatat referensi, dan semacamnya.
·         Expressive Methods : gambar, cara/metode dalam menyelesaikan sesuatu akan divaluasi.

Fungsi Tes Proyeksi

Tes proyeksi berfungsi untuk mengungkap keadaan psikologis bawah sadar manusia yang selama ini di represi ke alam bawah sadar. Melalui tes proyeksi ini diharapkan dinamika psikologis itu dapat dikeluarkan dengan bantuan dari tes-tes proyeksi ini. Sebagai sebuah tes, tes proyeksi mempunyai kelebihan dan kekurangan :
·         Dapat mengungkap halhal di bawah sadar untuk keperluan klinis.
·         Menurunkan ketegangan.
·         Ekonomis
·         Validitas dan reliabilitasnya rendah\
·     Tester harus memiliki kemampuan yang khusus untuk dapat menggunakan tes ini dalam kaitannya dengan ketepatan melakukan diagnosa.



No comments:

Post a Comment