Sunday, 30 March 2014

Tes Kemampuan Mental

Pengertian Mental

Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan mental sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan batin dan watak manusia. Bukan bersifat badan atau tenaga. Jadi, bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan tetapi pembangunan mental juga diperhatikan. Dapat dikatakan bahwa mental dan fisik tidak mempunyai hubungan yang mendalam.

Kemampuan dan Kesehatan Mental

Seseorang yang mempunyai mental sehat ditandai dengan sifat-sifat khas antara lain mempunyai kemampuan untuk bentindak secara efisien, mempunyai tujuan hidup yang jelas, mempunyai konsep diri yang sehat, mempunyai koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya, mempunyai regulasi diri dan integrasi kepribadian, dan mempunyai batin yang tenang. Kesehatan mental tidak hanya memanifestasikan diri dalam penampakan tanda-tanda tanpa ada gangguan batin saja. Akan tetapi posisi pribadinya juga harmonis dan baik, selaras dengan dunia luar dan didalam dirinya sendiri. Begitu juga harmonis dengan lingkungannya. Maka dengan demikian orang yang sehat mentalnya itu secara mudah dapat melakukan :
  • Adaptasi
  • Selalu aktif berpartisipasi
  • Dapat menerapkan diri dengan lancar pada setiap perubahan sosial.
  • Selalu sibuk melaksanakan realisasi diri.
  • Senantiasa dapat menikmati kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya.

Turner dan Helms (1995) mengemukakan bahwa ada 2 dimensi perkembangan mental :
  1. Dimensi Mental Kualitatif : untuk mengetahui sejauh mana kualitas perkembangan mental yang dicapai sesorang dewasamuda, perlu diperbandingkan dnegan taraf mental yang dicapai pada tahap remaja atau anak-anak. Walaupun Piaget mengatakan bahwa remaja maupun dewasa muda sama-sama berada pada tahap operasi yang sama, yang membedakan adalah bagaimana kemampuan individu tersebut dalam memecahkan sutau masalah. Bagi remaja, kadang kala masih mengalami hambatan, terutama dalam cara memahami suatau persoalan yang bersiat harafiah. Artinya, individu memahami satu permasalahan yang tersurat pada tulisan dan belum memahami suatu yang tesirat dalam masalah tersebut. Hal ini bisa dipahami karena sifat-sifat karakteristik kognitif ini merupakan kelanjutan dari tahap operasi konkret sebelumya.
  2. Dimensi Mental Kuantitatif : menurut Turner dan Helms, biasanya untuk mengetahui kemampuan mental secara kuantitatif diperlukan suatu pengukuran yang menggunakan skala angka. Dalam suatu penelitian longitudinal yang dilakukan sekitar tahun 1930 dan 1940, ditemukan bahwa taraf intelegensi cenderung menurun. Latar belakang proses penurunan ini dikarenakan perbedaan faktor pendidikan maupun status sosial.  Individu yang memiliki latar belakang pendidikan atau status sosial-ekonomi rendah karena jarang memperoleh tantangan tugas yang mengasah kemampuan kecerdasan sehingga cenderung menurunkan kemampuan intelektualnya. Sebaliknya, individu yang memiliki taraf pendidikan ataupun status sosial-ekonomi yang mapan, berarti ketika bekerja banyak menuntut aspek pemikiran intelektual sehingga kemampuan intelektualnya terasah. Denga demikian kemapuan intelektualnya makin baik.

Binet dan Munculnya Tes-tes Kecerdasan

Dalam berbagai terjemahan dan adaptasi skala Binet, istilah “usia mental (Mental age)” umumnya digunakan untuk menggantikan “tingkatan mental (Mental level)”. Karena usia mental adalah konsep yang begitu sederhana sehingga mudah dipahami. Pengenalan istilah ini tak diragukan lagi amat berjasa mempopulerkan tes intelegensi. Bagaimanapun juga tes Binet sendiri menghindari istilah “usia mental” karena implikasi perkembangannya tak terverivikasi dan lebih menyukai istilah “tingkatan mental” yang lebih netral. Instrumen Stanford-Binet yang lebih luas dan lebih baik secara psikometris yang dikembangkan oleh L.M Terman dan koleganya di Stanford Univerity diperkenalkan istilah IQ. Selanjutnya, Kuhlmann-Binet yang memperluas skala ini ke bayi yang berusia 3 bulan. Skala ini merupakan salah satu usia awal untuk mengembangkan tes intelegensi untuk anak usia pra sekolah

Pengukuran Kemampuan Mental

Setiap individu memiliki karakteristik kemampuan mental yang berbeda dan bervariasi. Kemampuan mental ini juga dapat dites dan diukur. Tes kemampuan mental pertama kali dikembangkan sekitar peralihan abad ini. Tes tersebut diterima sebagai metode yang objektif dan netral untuk mengidentifikasikan bakat dan memastikan kesempatan seseorang. Tes seperti ini sangat digemari di Amerika untuk menyeleksi pegawai atau mengklasifikasikan siswa. Contohnya, Civil Service Examination yang setiap tahun diikuti oleh ribuan orang yang melamar berbagai jabatan. Jika kita melihat contoh ini, masih banyak orang memandang tes kemampuan sebagai saran yang paling baik. Namun demikian, di lain pihak menyatakan tes sepeti itu bersifat terbatas dan sempit. Tes tersebut tidak mengukur karakteristik yang paling penting dalam usaha menetapkan tingkat keberhasilan yang dicapai di pekerjaan atau sekolah.

Jenis Tes Kemampuan

Tes pada dasarnya merupakan sampel perilaku yang diambil pada suatu saat tertentu. Seringkali dibedakan antara tes prestasi (Achievement Test - yang dirancang untuk mengukur keterampilan yang telah dicapai dan menunjukkan apa yang dapat dilakukan seseorang pada saat ini) dan tes bakat (Aptitude Test - yang dirancang untuk memprediksi apa yang dapat dilakukan seseorang bila dilatih). Akan  tetapi, perbadaan kedua jenis tes itu tidak terlalu jelas. Semua tes menilai keadaan tes individu saat ini, apakah tujuan tes itu mengukur apa yang telah dipelajari atau memprediksi penampilan di masa mendatang. Kedua jenis tes itu sering mencakup tipe pertanyaan yang sama dan menunjukkan hasil yang berkorelasi tinggi. Daripada menganggap tes prestasi dan tes bakat sebagai dua kategori tes yang berbeda lebih baik memandangnya sebagi bagian dari suatu kesatuan.
Tes kemampuan juga dapat dibedakan berdasarkan rangkaian kesatuan umum-khusus : yaitu tes semacam itu berbeda dalam hal keluasan isinya. Musical Aptitude Profile berada diujung khusus rangkaian itu. Seperti juga tes mengetik, ujian mengemudi, tes kemampuan matematik, atau tes pemahaman bacaan. Tes-tes macam ini mengukur kemampuan yang cukup spesifik. Pada ujung umum rangkaian itu terdapat ujian kecakapan SMA dan tes bakat skolastik yang mencoba mengukur perkembangan pendidikan di sejumlah bidang sebagaimana kebanyakan tes dalam serangkaian kemampuan. Tes semacam ini biasanya tidak terdiri dari soal-soal yang bisa dijawab dengan ingatan sederhana atau dengan penerapan keterapilan praktis tetapi mengutamakan soal-soal yang membutuhkan gabungan kemapuan menganalisis, memahami konsep abstrak, dan menerapkan pengetahuan sebelumnya untuk memecahkan masalah baru.

Sumber : 
Sarwono, Sarlito W. Pengantar Umum Psikologi, Jakarta : Bulan Bintang, 2003.
Kaplan, Robert M and Sacuzzo, Dennis P. Psychological Testing : Principles, Apllications, and Issues, Eight Edition. Canada : Nelson Education, Ltd.
Anastasi, Anne dan Susanna, Urbinna. Tes Psikologi Edisi Ketujuh. Jkarta : PT Indeks, 2007



Sunday, 23 March 2014

Tes Individu dan Populasi Khusus & Tes Minat

Populasi khusus adalah suatu populasi dari individu yang terbentuk karena beberapa alasan, seperti terbentuk berdasarkan rentang usia tertentu, dan berdasarkan adanya abnormalitas, yaitu kebutuhan khusus pada individu, yang tidak sama dengan kebutuhan rata-rata individu pada umumnya. Ada pula tes kelompok, yaitu tes tertentu yang dibuat atas dasar kebutuhan tertentu pula. Beberapa hal yang dapat menjadi dasar terbentuknya tes kelompok antara lain jenis kelamin pria atau wanita, dan dapat juga berdasarkan kelompok budaya tertentu. Empat kategori utama tes populasi khusus antara lain :
  • Tes untuk tingkat bayi dan prasekolah
  •  Tes yang digunakan untuk penaksiran komprehensifitas orang-orang dengan mental terbelakang
  • Tes untuk orang dengan aneka ragam kekeurangan indrawi dan motorik
  • Tes yang dirancang untuk digunakan melintasi berbagai kultur atau sub-kultur.


Pengetesan Bayi dan Anak-anak Prasekolah

Sejumlah anak taman kanak-kanak bisa di tes dalam kelompok-keolpok kecil dengan jenis tes yang disusun untuk tingkat-tingkat dasar. Kebanyakan tes untuk anak-anak dibawah umur 6 tahun adalah tes kinerja atau tes lisan. Sedikit tes saja yang menuntut pemakaian dasar kertas dan pensil. Lazim untuk membagi lima tahun pertama menjadi masa bayi dan prasekolah.
Skala-skala khusus yang dirancang untuk ana-anak dari masa kanak-kanak awal serta mewakili berbagai pendekatan :
  • Skala Weschler
  • Skala Stanford-Binet
  • Skala Kaufman
  • Skala kemampuan diferensial


Bayley mengamati bahwa skala-skalanya, seperti smeua tes bayi, seharusnya digunakan, terutama untuk menaksir status perkembangan dewasa ini daripada untuk memprediksi tingkat-tingkat kemampuan selanjutnya. Perkembangan kemmapuan pada usia dini ini rentan terhadap begitu banyak pengaruh yang mengganggu sehingga memberikan prediksi yang bernilai kecil. Aylward (1995) telah mempersiapkan Bayley Infants Neurodevelopmental Screener (BINS), pengukuran yang diancang untuk dengan cepat menilai anak-anak dari 3-24 bulan dengan menggunakan kombinasi antara 11 dan 13 soal dari Bayley-II dan ters-tes neurologis lainnya.

Tes untuk orang dengan aneka ragam kekurangan indrawi dan motorik

  • Kerusakan pendengaran : anak-anak dengan kerusakan pendengara biasanya dirugikan oleh tes-tes verbal dan bila ini verbal dipresentasikan secra visual. Tetapi dengan kemajuan akhir-akhir ini, penilaian fungsi pendengaran telah mendiagnosis kerusakan pendengaran secara akurat dan memulai pemulihan saat bayi berusia beberapa bulan (Shah & Boyden, 1991). Pengetesan anak-anak tuna rungu adalah sasaran primer dalam pengembangan skala kinerja paling awal, seperti Pintner-Paterson performance Scale dan Arthur Performance Scale. Tes verbal digunakan jika pertanyaan lisan diketik pada kartu. Pada tingkatan yang lebih dasar , Hiskey-Nebraska Test of Leraning Aptitude (Hiskey, 1966) dikembangkan dan dibakukan untuk anak-anak tuli dan sulit mendengar. Ini tes individual yang cocok untuk anak umur 3-17 tahun. Hiskey-Nebraska memiliki reliabilitas dan bukti validitas memadai dan dipandang sebagai salah satu tes terbaik untuk digunakan pada anak-anak dengan kerusakan pendengaran (Sullivan & Burley, 1990).
  • Kerusakan penglihatan : teknik-teknik pengetesan yang sesuai telah digunakan, misalnya dengan tape recorder. Tes-tes seperti College Board Scholastic Assesment Test (SAT) juga dalam format tipe besar atau huruf braille. Contoh paling awal tentang tes intelegensi umum yang telah diadaptasi utnuk para tunanetra adalah tes binet. Profil Weschler atas anak-anak dengan kerusakan penglihatan talah menunjukkan pola yang sama melintasi berbagai telaah; hasilnya menunjukkan bahwa komposisi factorial tugas berbeda untuk mereka dibanding untuk anak dengan penglihatan normal. Meskipun IQ dianggap sebagai ukuran akurat seluruh fungsi kognitif anakdengan kerusakan penglihatan, dalam tangan penguji skala Weschler bisa menyediakan informasi dignostik yang berguna dengan kekuatan dana kelamahan anak-anak. Untuk anak-anak kerusakan penglihatan mempunyai contoh tebaik yaitu Blind Learning Aptitude Test (BLAT) adalah tes yang diselenggarakan secara individual, yang memssukan soal-soal yang diadaptasi dari tes-tes lain , misalnya Raven’s Progressive Matrices dan soal-soal non-verbal lain.
  • Kerusakan motorik : ketidakmampuan motorik yang parah ditemukan di antara orang-orang dengan cerebral palsy yang menggunakan tes intelegensi umum seperti Stanford-Binet. berbagai tes yang dibahas pada awalnya dirancang untuk digunakan dalam pengetesan silang-budaya. juga dapat diterapkan pada orang-orang tidak mampu secara motorik. adaptasi Leiter International Performance Scale dan Porteus Mazes untuk anak-anak cerebral Palsy(Allen & Collin, 1995; Arnold, 1951). Jenis tes lain yang memungkinkan penggunaan respon dengan menunjuk adalah tes kosakata bergambar. Tes ini memberikan ukuran cepat atas kosakata 'penggunaan' yang membuat tes itu dapat diterapkan terutama pada orang-orang yang tidak mampu membuat vokalisasi dengan baik dan para tuna rungu. Prosedur yang sama dari pengadaan tes digabungkan dalam tes klasifikasi bergambar sebagaimana diilustrasikan oleh Columbia Mental Maturity Scale. Data ekstensif tentang validitas dan kemampuan aplikasi CMMS pada berbagai kelompok individu penyandang cacat sudah tersedia untuk bentuk awal tes ini. Akan tetapi,  karena norma-normanya sudah kadaluarsa dan rentang penaksiran kemampuan yang sempit kemampuan aplikasi CMMS agak terbatas.
Minat merupakan faktor dari dalam individu yang menunjuk pada typical performance. Dalam konteks pekerjaan, tampilan ini mengacu pada senang atau tidak senangnya individu pada suatu bidang pekerjaan. Seseorang akan menjadi berhasil apabila dirinya memiliki kemampuan yang disertai dengan minat yang tinggi terhadap suatu pekerjaan yang diembannya. Tes minat merupakan suatu alat ukur yang dirancang untuk mangukur dan manganalisis minat seseorang. Tujuan dari tes ini, adalah membantu menemukan minat dasar yang dimiliki seseorang, setelah diketahui minat dasar yang dimiliki seseorang (ada tidaknya minat terhadap sesuatu, arah minat individu, serta kuat lemahnya minat yang dimiliki), maka dapat digunakan untuk membantu individu yang bersangkutan menjadi pekerja keras atau orang yang berminat, memiliki penyesuaian diri yang baik dan efektif.

Pameran Photo UP


Judul : Demi Sesuap Nasi
Oleh : Satria

Rabu kemarin, kami ditugaskan untuk datang ke pameran foto UP dan membuat review mengenai makna dari foto yang kami pilih. Disini, saya memilih foto tersebut karena menurut saya, selain sangat simple, foto ini memiliki makna yang cukup dalam. Sebelumnya, maaf karena kualitas foto yang kurang baik. Jelas sekali bahwa foto ini menggambarkan kemiskinan yang terjadi di Indonesia apalagi di ibukota. Kemiskinan merupakan hal yang umum terjadi di Jakarta. Bisa dilihat bahwa di gambar ini, seorang pria yang sudah cukup tua masih harus mengais-ngais di tempat sampah demi mendapatkan sedikit rejeki. Bahkan di masa tuanya dia masih harus bekerja begitu keras demi mendapatkan sesuap nasi. Foto ini juga bisa menunjukkan betapa kerasnya hidup di ibukota pada masa kini. 

Saturday, 15 March 2014

Konsep Dasar Tes Psikologi

Sejarah Tes Psikologi

Sejarah tes psikologi dapat dihubungkan dengan praktek sehari-hari. Tes psikologi selalu berkembang. Tes psikologi pada awalnya berfokus pada pengukuran intelegensi di Eropa selama abad 19 dan di awal perang dunia pertama. Sebenarnya tes berbasis psikologi ini telah digunakan di Cina sekitar tahun 2200 sebelum Masehi. Kerajaan Cina menggunakan tes tertulis untuk memilih para pejabat negara. Hingga awal pertengahan 1800an, beberapa fisikawan dan psikiater mengembangkan prosedur standar untuk mengungkap gejala alam dan gejala-gejala sakit mental.

Awal dari tes psikologi secara sistematis diawali dari Teori Darwin dengan teori evolusinya pada tahun 1860. Kecerdasan setiap makhluk hidup berbeda-beda dan semua makhluk berevolusi muali dari taraf mahkluk yang paling rendah hingga ke taraf makhluk yang paling sempurna. Hal ini berlaku pada manusia. Ini yang mengakibatkan beberapa orang meyakini bahwa manusia memiliki strata kemampuan berkaitan dengan akalnya. Tahun 1900, Alfred Biner, psikolog dari Prancis tertarik yang tertarik pada anak dan pendidikan. Bersama dengan temannya, Theodore Simon diminta oleh menteri pendidikan untuk dapat memprediksi kondisi anak mana yang menanggung resiko mengalami kegagalan dalam sekolah mereka. Berdasarkan pengalaman mereka, mereka membuat pertanyaan-pertanyaan yang diklaim dapat menentukan tningkat keberhasilan anak dalam belajar. Tes yang dibuat sangat kental dengan kemampuan-kemampuan sekolah yang menekankan pada kemampuan-kemampuan sekolah. Hingga muncul tes psikologi Binnet-Simon dan diikuti oleh tes-tes psikologi lainnya. Tes psikologi yang semula hanya mengukur kemampuan akademis seseorang mulai diyakini bahwa bila sesorang meraih nilai yang tinggi dari tes tersebut, maka akan berdampak bahwa orang tersebut akan berhasil di masa depan. Sebaliknya, bila seseorang meraih nilai tes rendah dalam tes tersebut, maka orang tersebut dipastikan akan gagal di masa depan. Ini merupakan asumsi yang keliru.

Asesmen psikologi memliki rentang cakupan yang luas. Dalam asesmen, psikolog mengitergrasi informasi dari berbagai sumber. Salah satunya tes psikologi. Tes psikologi merupakan unstrumen penting dalam proses asesmen. Awalnya fungsi tes psikologi adalah untuk mengukur perbedaan –perbedaan antar individu atau antar reaksi individu yang sama dalam situasi yang berbeda. Namun, dewasa ini, tes psikologi digunakan untuk pemecahan permasalahan praktis yang berskala luas, baik di bidang pendidikan, klinis, maupun organisasi. Asesmen psikologi merupakan tahapan yang penting sebelum intervensi psikologis dapat dilakukan. Dengan melakukan asesmen psikologi, psikolog dapat mendapatkan informasi mengenai individu.

Konsep Dasar Tes Psikologi

Tes pada dasarnya adalah alat ukur atribut psikologis yang objektif atas sampel perilaku tertentu. Bagi anda sebagai pendidik, tes merupakan salah satu instrumen asesmen yang banyak digunakan untuk menggali informasi tentang sejauh mana tingkat penguasaan kompetensi siswa terhadap kompetensi yang disyaratkan. Tes pada dasarnya merupakan alat ukur pembelajaran yang paling banyak digunakan dalam melakukan asesmen proses dan hasil belajar siswa dalam pengajaran klasikal.
 Terdapat lima jenis atau cara pembagian tes yaitu :
·         Jenis tes berdasarkan waktu penyelengaraan
v  Tes masuk (Entrance Test)
v  Tes formatif (Formative Test)
v  Tes sumatif (Summative Test)
v  Pre-Test dan Post-Test
·         Jenis tes berdasarkan tujuan penyelengaraan
v  Tes seleksi
v  Tes penempatan
v  Tes hasil belajar
v  Tes uji coba
·         Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
·         Jenis tes berdasarkan cara penyusunan
·         Jenis tes berdasarkan bentuk jawaban.

Fungsi dan Aplikasi Tes Psikologi

Secara mendasar, fungsi tes psikologi adalah untuk mengestimasi perbedaan antara individu dengan reaksi-reaksi individu yang muncul pada situasi yang sama maupun berbeda. Awalnya tes psikologi berkembang dari asumsi untuk mengidentifikasikan indivisu yang mengalami keterbelakangan mental, hingga sekarang penggunaannya secara klinis mencakup subjek dengan gangguan emosional yang parah maupun masalah-masalah perilaku lainnya. Salah satu motivasi perkembangan tes psikologi juga mendasar pada kebutuhan untuk memberikan penilaian dalam idang pendidikan, misalnya Tes Intelegensi Binnet yang masih digunakan hingga sekarang. Selain itu, peranan lainnya adalah untuk menyeleksi dan klasifikasi sumber daya manusia yang digunakan dalam industri-industri dalam memilih karyawan, personil militer, dan sebagainya.

Suatu tes psikologi akan berbeda fungsinya dengan tes psikologi lainnya. Ini mengilustasikan bahwa suatu tes psikologi disusun dengan sifat-sifat tes dan fungsi yang berbeda. Beberapa tes berfokus pada penilaian ciri-ciri atau kogntiif yang berkisar pada mengestimasi kemampuan dan potensi pada individu hingga keterampilan sensorimotor yang spesifik.

Secara praktis, tes psikologi adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu. Dalam penyeleksian, item-item soal tes juga dipertimbangkan dengan jumlah subjek yang menjadi sampel perilaku yang melewati tiap item soal tersebut. Hal ini memungkinkan adanya sejumlah item tes yang akan dieliminasi. Mengenai seberapa besar keakuratan suatu alat tes psikologi nampaknya tidak dapat ditentukan secara pasti. Kadang-kadang dalam suatu situasi, kehandalannya dapat diuji. Disisi lainnya, pendapat-pendapat subjektif, dugaan-dugaan, dan bias-bias pribadi bisa mengarah pada klaim-klaim berlebihan mengenai apa yang dicapai oleh tes tersebut. Evaluasi objektif tes-tes psikologi adalah suatu solusi untuk mengetahui validitas dan kehandalan alat tes dalam situasi-situasi khusus.

Kriteria Tes yang Baik

Ada beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menyusun butir-butir tes yang berkualitas yaitu :
  • Valid
  • Relevan
  • Spesifik
  • Representatif
  • Seimbang
  • Sensitif
  • Adil
  • Praktis

Kualitas instrumen sebagai alat ukur ataupun alat pengumpul data diukur dari kemampuan alat ukur tersebut untuk dapat mengungkapkan dengan secermat mungkin fenomena-fenomena ataupun gejala yang dapat diukur. Kualitas yang menunjuk pada tingkat kemantapan serta konsistensi dari data yang diperoleh itulah yang dapat disebut dengan validitas dan reliabilitas.  Validitas alat ukur menunjukkan kualitas kesahihan suatu instrumen. Alat pengumpul data dapat dikatakan valid atau sah apabila alat ukur tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur atau diinginkan. Jenis-jenis validitas yang dapat dipakai sebagi kriteria dalam menetapkan tingkat kehandalah tes diantaranya adalah :
  • Validitas permukaan (Face Validity)
  • Validitas konsep (Construct Validity)
  • Validitas isi ( Content Validity)

Kerlinger (1986 : 443) mengemukakan bahwa reliabilitas dapat diukur dari tiga kriteria yaitu :
  1. Stability : yaitu kriteria yang menunjuk pada konsistensi hasil yang ditunjukkan alat ukur dalam mengukur gejala yang sama pada waktu yang berbeda.
  2. Dependability : yaitu kriteria yang mendasarkan diri pada kemantapan alat ukur atau seberapa jauh alat ukur dapat diandalkan.
  3. Predictability : oleh karena perilaku merupakan proses yang saling berkait dan bekesinambungan, maka kriteria ini mengidealka alat ukur yang dapat diramalkan hasilnya dan meramalkan hasil pada pengukuran gejala selanjutnya.


Projective Approches

Dalam tes-tes kepribadian dengan pendekatan proyektif, klien berespon terhadap stimulus ambigu, sehingga tanpa sadar klien mengungkap struktur dasar dan dinamika kepribadiannya. Beberapa tekhnik proyektif yang terkenal dan digunakan secara luas antara lain Rorschach, Thematic Apperception Test (TAT), Children’s Apperception Test (CAT), tes Draw A Person (DAP), tes Make Up Story (MAPS), Michigan Picture Story Test, dan Sentence Completion Test
  • Thematic Apperception Test (TAT) : Dalam tes ini, klien diminta membuat cerita dari beberapa kartu bergambar yang disajikan satu persatu. Klien dapat menulis sendiri ceritanya atau examiner yang menulis cerita klien. Tugas klien adalah menceritakan apa yang sedang terjadi saat ini, sebelumnya (situasi apa yang menyebabkan peristiwa saat ini), bagaimana pikiran dan perasaan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, dan bagaimana akhir cerita yang dibuat klien. Cerita yang dibuat klien dianggap memiliki implikasi terhadap konflik ataupun masalah yang dialami klien. Interpretasi klinis yang dilakukan terfokus pada dimensi-dimensi seperti bagaimana tokoh-tokoh berinteraksi, tingkat kehangatan atau konflik dari interaksi tokoh-tokoh, impian atau cita-cita tokoh, harapan tokoh terhadap diri dan lingkungannya, dan level kematangan secara umum yang diindikasikan dari bentuk cerita. Tema-tema dari TAT dapat menggambarkan fungsi kepribadian secara luas dan bermanfaat dalam mengidentifikasi sumber utama konflik sehingga dapat ditentukan interpretasi terapeutik yang sesuai. Cerita TAT pada dasarnya menggambarkan seperti apa yang klien lihat di sekitar dirinya dan orang-orang seperti apa yang ia rasakan tinggal bersama di dunia ini. Bentuk modifikasi dari TAT adalah CAT (Children’s Apperception Test) yang menyediakan gambar yang terfokus pada konflik, hubungan orang tua, permusuhan dengan saudara kandung, toilet training, dan situasi lain yang sering ditemui pada anak-anak. Test lain yang mirip dengan TAT dan CAT adalah Michigan Picture Story Tes (MPST). Terdiri dari material yang menggambarkan anak-anak dalam hubungannya dengan orangtua, polisi, dan figur otoriter lainnya, dan juga teman-teman. Tes ini sangat bermanfaat dalam melihat struktur dari sikap anak-anak terhadap orang dewasa dan teman-teman, sekaligus mengevaluasi masalah yang mungkin timbul. Selain itu ada juga tes Make A Picture Story (MAPS) yang memiliki kesamaan dengan MPST dalam hal tujuan dan potensi interpretasi yang dimiliki. Perbedaan MAPS dengan tes lain yaitu, pada MAPS klien diperbolehkan memilki karakter yang akan diletakkan pada latar belakang panggung yang kecil, untuk kemudian klien membuat cerita berdasarkan situasi tersebut.
  • Figure Drawing : beberapa pendekatan dalam mengevaluasi kepribadian dengan menggunakan gambar yang dibuat klien telah berkembang. Dalam hal ini, kemampuan menggambar bukanlah faktor utama. Salah satu bentuk test-nya adalah Draw A Person (DAP). Dimana klien diminta untuk menggambar seorang lelaki dan perempuan menggunakan pensil dan kertas. Gambar orang dapat memberikan kesan pertama dengan segera seperti sikap bermusuhan atau agresif atau orang yang pasif dan submisif. Interpretasi juga didasarkan pada ukuran gambar, posisi, postur, apakah gambar orang terlihat percaya diri, ramah, dan sebagainya. Sebaiknya dalam menginterpretasi DAP juga dikaitkan denga temuan-temuan dari tes-tes lain.
  • Incomplete Sentence Test : dalam metode proyektif ini, klien diberikan sejumlah kalimat yang belum selesai dan diminta untuk melengkapi kalimat sehingga menjadi kalimat yang memiliki arti. Kalimat-kalimat ini memiliki kecenderungan dalam aspek-aspek seperti pre-okupasi terhadap seksual, perasaan religius, hubungan dengan orangtua, teman, rasa takut, cemas, perasaan bersalah, sikap bermusuhan, dan impuls agresi. Bentuk respon klien yang dapat memberikan insight kedalam area konflik termasuk juga kelebihan dan kekurangan dari kepribadian klien.
  • Competency Screening Test (CST) : psikolog terkadang dipanggil ke pengadilan untuk mengevaluasi status mental atau intelegensi sesorang untuk membantu pengadilan terkait dengan kasus orang tersebut. Untuk keperluan inilah, CST dikembangkan. Tes ini dilakukan dengan cara melengkapi 22 kalimat dimana setiap kalimat terkait dengan aspek peran terdakwa dalam pengadilan kriminal. Setiap item diskor 0.1 atau 2 secara manual. Terdakwa yang mendapatkan skor 21 ke atas, telah terbukti kompeten dalam pengadilan dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Tes ini membutuhkan waktu sekitar 15-20 menit.
  • Rorschach Test : metode proyektif yang paling dikenal dan digunakan secara luas dalam melihat kepribadian sesorang adalah tes Rorschach. Dalam tes ini klien diperlihatkan 10 kartu dengan bentuk ambigu hasil dari cipratan tinta yang hampir simetris. 5 kartu berwarna hitam, putih, dan abu-abu yang berbayang sedangkan 5 kartu lainnya memiliki warna. Kebanyakan arti setuju bahwa tes Rorschach ini merupakan tekhnik psikodiagnostik yang signifikan dan sensitif. Tes ini mengevaluasi emosi-emosi yang dialami klien dalam hidupnya, tingkat intelektual dan membantu menjelaskan komponen-komponen kepribadian seseorang. Ada 3 kategori penting dalam memberikan skor tes ini, yaitu lokasi yang menunjukkan pada bagian respon dilihat oleh klien dalam kartu, determinan yang menunjukkan bagaimana respon tersebut dilihat, dan konten yang menunjukkan apa yang dilihat klien dalam kartu. Para psikolog ahli yang telah berpengalaman dalam tes ini menemukan bahwa respon yang diberikan klien baik anak-anak maupun dewasa mengindikasikan beberapa tipe dari gangguan kepribadian dengan karakteristik respon tertentu. Misalnya, pada gangguan psikotik dan skizofrenia lainnya, ditemukan bahwa repon yang ditemukan ganjil dan aneh, kulaitas bentuk biasanya lemah, dan ada ketidaksesuaian antara yang dilihat klien dengan stimulus sebenarnya dalam kartu. Klien-klien ini biasanya memfokuskan seluruh perhatian mereka pada detail-detail sementara komponen-komponen utama diabaikan. Kadang-kadang mereka juga terlalu melibatkan emosi mereka pada kartu-kartu dan mempersonalisasikan persepsi mereka dalam cara tertentu sehingga mereka tidak mampu membedakan antara diri mereka dan kartu Rorschach. Dalam beberapa kasus ini diagnostik dimana terdapat gangguan psikologis seperti gangguan pikiran yang signifikan, penggunaan tes Rorschach sangat disarankan. Tidaklah sulit dalam mengadministrasi maupun men-skor tes ini. Namun dalam mengiterpretasi dibutuhkan psikolog yang handal dan berpengalaman.

Pentingnya Pengembangan Asesmen Psikodiagnostik

Asesmen psikologi sedang berada dalam lajur perubahan yang cepat. Terdapat pergeseran orientasi, aliran tetap yang konstan dari tes-tes baru, bentuk-bentuk tes lama yang direvisi, data tambahan yang bisa menghaluskan atau mengubah interpretasi skor-skor pada tes yang ada. Laju perkembangan yang semakin cepat ini mendorong dikembangkannya alat-alat psikodiagnostika yang telah ada, agar mutu tes dan efek testing terhadap kesejateraan individu menjadi lebih baik.

Teori kecerdasan berganda (Theory Of Multiple Inteligences) adalah salah satu penemuan yang paling penting dalam pendidikan saat ini. Howard Gardner, seorang psikolog dari universitas Harvard yang mengembangkan teori ini berdasarkan dari teori psikologi perkembangan dan teori kognisi. Dalam bukunya Frame Of Mind tahun 1983, mendefinisikan 7 dasar kecerdasan manusia dan kemudian berkembang menjadi 9 kecerdasan yang meruntuhkan teori psikologi tradisional dengan tes IQ-nya. Pangkal dari teori kecerdasan berganda adalah pengakuan sepenuhnya pada perbedaan individu (individual diferences). Setiap orang memilki kekhususan dalam mengembangkan kemampuannya. Gardner mengelompokkan kecerdasan tersebut dalam 7 kecerdasan yaitu :
  • Kecerdasan Linguistik / Bahasa (Linguistic Inteligences) : merupakan kecerdasan yang mewakili kemampuan bahasa secara keseluruhan.
  • Kecerdasan logika matematika disamping kemampuan ilmu pengetahuan.
  • Kecerdasan Ruang ( Spacial Inteligences) : adalah kemampuan membentuk model mental dari dunia ruang dan mampu melakukan berbagai tindakan operasional menggunakan model itu.
  • Kecerdasan Musik (Musical Inteligences)
  • Kecerdasan Gerak Badan / Kinestetik (Bosy Kinesthetic Inteligences) : adalah kemampuan meyelesaikan masalah menggunakan seluruh anggota badan atau sebagian badan.
  • Kecerdasan Antar-Pribadi (Interpersonal Inteligences) : adalah kemampuan untuk memahami orang lain mencakup apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, serta bagaimana bekerja sama.
  • Kecerdasan Intra-Pribadi (Intrapersonal Inteligences) : merupakan kemampuan yang mengarah ke dalam diri yaitu kemampuan membentuk model yang akurat, dapat dipercaya dari diri sendiri, dan mampu menggunakannya untuk berprestasi dalam hidup.

Dalam perkembangannya, jumlah aspek kecerdasan bertambah terus. Ada juga yang menambahkan kreativitas intuitif sebagai satu aspek kecerdasan manusia yang paling tinggi. Malah belakangan, Gardner sendiri menambahkan satu lagi unsur kecerdasan yang disebutnya kecerdasan eksistensial yang lebih mirip kecerdasan spritual. Kedua kecerdasan ini belum terdefinisi secara spesifik. Namun ada anggapan bahwa Gardner sedikit mengakui kecerdasan spiritual dalam kecerdasan eksistensialnya.

Sumber :

Anastasi, Anne, Susana Urbina. 1997. Tes Psikologi : Psychological Testing 7th Edition : Edisi Bahasa Indonesia; Jilid 2. Jakarta : Prenhallindo. 

Friday, 7 March 2014

Psikodiagnostik dan Psikologi Diferensial

Psikodiagnostik dan Psikologi Diferensial

Istilah psikologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari "psyche" yang berarti jiwa dan "logos" yang berarti ilmu. Jadi secara etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh secara sistematis melalui metode-metode ilmiah yang mengandung beberapa syarat. objek yang dipelajari adalah perilaku (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan proses-proses mental manusia.

Cabang dari ilmu psikologi adalah psikodiagnostik. Psikodiagnostik berperan sangat penting dalam ilmu psikologis untuk memahami individu lebih baik dan memberi perlakuan yang paling sesuai menurut deskripsi kepribadiannya. Deskripsi kepribadian diperoleh dengan beberapa teknik dan prosedur sistematis. Teknik-teknik tersebut antara lain wawancara, observasi, analisa dokumen pribadi (otobiografi, biografi, buku harian, surat pribadi, dll) dan tes psikologi atau disebut juga psikotes. Beberapa pengertian lain dari psikodiagnostik yaitu: 
  1. Suatu teknik khusus dalam metode psikologi untuk mengungkapkan sifat dan luasnya psikis (Kisker, 1972).
  2. Dugaan hasil pengukuran atas simptom-simptom prilaku tertentu.
  3. Kegiatan deskripsi yang bertujuan untuk meletakan dasar bagi peramalan tingkah laku pasien dalam berbagai situasi.
  4. Keseluruhan cara, metode dan teknik untuk menentukan ciri atau struktur psikis individu atau kelompok individu.
Bertujuan untuk menentukan hubungan antara suatu keadaan atau gerakan manusia yang dapat diamati dari luar dengan ciri-ciri individu didalam dirinya untuk memahami suatu karakter. Psikodiagnostik termasuk kedalam psikologi differensial      
  • Psikologi umum mempelajari masalah, proses psikis, hukum-hukum, psikis secara umum, psikologi akademis, hukum umum empirik (pengamatan) dengan umum.
  • Psikologi diferensial keadaan ‘psyche’ dari macam kepribadian, bangsa, tipe (stern) bervariasi hukumnya.
Metode psikologi differensial dapat dilakukan dengan berbagai macam cara penyelidikan, diantaranya :
  • Penyelidikan variasa (perbedaan)
  • Penyelidikan korelasi (hubungan variabel satu dengan lainnya)
  • Penyelidikan perbandingan
  • Penyelidikan psikografi (terdapat didalam diri seseorang)
Terdapat struktur psikis pada setiap individu :

  • Gejala : Sesaat/sementara, ada awal ada akhir, sifatnya sederhana dan tidak memiliki tujuan. Contoh : saat wantia mengalami pms (pramenstruasi).
  • Act : Serangkaian gejala yang bertujuan, adanya awal dan akhir. Contoh : terserempet motor, merasa kesal dan memarahi orang yang menyerempet kita
  • Disposisi : Menetap secara konsisten, tidak ada awal atau akhir. Contoh : pilihan menjadi seseorang yang baik atau jahat.
Psikodiagnostik bisa diaplikasikan kedalam beberapa bidang ilmu seperti pendidikan, klinis, sosial, industri dan organisasi, psikologi eksperimen, dan psikologi perkembangan. Penggunaan psikodiagnostik juga dapat dibagi menjadi :
  • Clinical Setting : Digunakan pada usaha mendeteksi gangguan psikis yang dialami individu dan mengukur kemamouan yang dimiliki individu, sehingga dapat diterapkan pola terapi yang efektif.
  • Legal Setting : Penggunaan di pengadilan, rumah pemasyarakatan, tempat-tempat rehabilitasi yang berhubungan dengan masalah tindak kejahatan, dan pusat rehabilitasi pengguna narkoba.
  • Educational and Vocational Guidance : Fokus pemerikasaannya lebih ditekankan pada bidang pengembangan studi dan kerja. Digunakan di sekolah, universitas, pusat-pusat latihan, dan pusat bimbingan karir.
  • Educational and Vocational Selection : Digunakan untuk recruitment di perusahaan dan bidang pekerjaan, penempatan kerja, dan mutasi.
  • Research Setting : Untuk kepentingan pengembangan ilmu dan pengembangan tekhnik serta metode diagnostik. digunakan di lingkup akademik.
Didalam psikodiagnostik juga terdapat beberapa yang dapat digunakan utnuk mencari tahu perilaku seseorang/individu. Teknik yang dipakai antara lain : 
  1. Observasi
  2. Angket
  3. Wawancara
  4. Metode pengumpulan bahan-bahan
  5. Metode biografis
  6. Tes psikologis


Review pertama Psikodiagnostik

Yap, saras is back with the new blog. gw bahkan udah lupa nama blog gw sebelumnya. Terakhir kali gw update blog tuh pas review terakhir mata kuliah psikologi kognitif. Dan sekarang, gw kembali membuat blog  lagi untuk me-review mata kuliah psikodiagnostik. Hhhhhhh.... rela gak rela sih pas dengernya. Jujur, sebenernya tugas ini gak sesusah itu tapi kadang-kadang malesnya itu loh. Terus kan kadang-kadang ada tugas dari matkul lain juga, jadi rasanya tuhhh... Hhhhh.....

Yasudahlah kali ini, di psikodiagnostik, gw ketemu dosen yang sama dengan psikologi kognitif, Mas Seta. Dan seperti biasa di pertemuan pertama pasti diawali dengan perkenalan, pembuatan kontrak belajar, dan sebagainya. Pembuatan kontrak belajar diawali dengan penentuan jam terlambat maksimal. Maksudnya tuh kalo lo sampe ngelewatin jam itu, lo dianggap telat dan gak boleh absen. Berat tuh berat. Nah terus ceritanya Mas Seta mau meningkatkan kedisiplinan mahasiswanya di semester ini. Jadi, maksimal jumlah keterlambatan dan absen kita dalam 1 semester itu maksimal 3 kali. Lewat dari 3 kali nilai UTS lo otomatis D. Otomatis gak lulus. Ngerti gak? Ngerti lah ya. Jadi kita harus lebih rajin masuk terus jarang-jarang telat. Mas Seta ada toleransi kalo misalnya ada urusan yang penting banget gitu yang bikin kita terlambat. Tapi tetep aja. 3 kali dalam 14 kali pertemuan tuh dikit banget. Berapa banding berapa coba? Dan sekali lagi gw cuma bisa menghela napas, mikir mulai sekarang harus berangkat jam berapa kalo kayak gini caranya.

Lalu diumumkanlah peraturan kedua. Tugas. Review. Blog. Dan semester ini juga makin berat aja tugas reviewnya. Jadi gak cuma me-review apa yang udah kita pelajari di pertemuan ini tapi kita juga harus membahas apa yang akan dibahas di pertemuan selanjutnya. Kan di awal pertemuan ini juga udah dikasi materi-materi apa yang tiap minggunya yang akan dibahas. Nah, itulah yang harus kita bahas. Jadi kurang lebih tiap kali update, ada 2 postingan. Terus di tiap pertemuan selanjutnya kita diharapkan udah punya materi tentang yang mau dibahas minggu itu. Toleransinya 2 hari buat comment di review kita dan 4 hari buat bikin review. Ini emang agak susah dicernanya nih. Gw aja berkali-kali tanya temen gw ini maksudnya apa.

Di semester ini juga bobot dari nilai tugas besar banget. 60%!!! Luar biasa. Wow. Daebak. Jadi bayangkan saja kalo nilai tugas lo gak maksimal, yasudah. Tamat sudah harapan dapet nilai A. Tapi sebenernya ini juga ngebantu bantu buat mereka yang biasanya biasa-biasa aja nilai UTS atau UAS nya karena nilainya bisa dibantu dari tugas-tugas. Mungkin itu aja peraturan-peraturan utama di semester ini. Oiya, Mas Seta juga menjamin bahwa matkul psikodiagnostik ini gak akan jadi mata kuliah yang ngebosenin (Aminnn....). Kita bakalan lebih banyak diskusi daripada ceramah-ceramah terus gitu. Jadi diharapkan kita lebih aktif gitu, padahal gw, adalah mahasiswa yang sepasif itu dikelas. Gw lebih ke pendengar yang aktif daripada pembicara yang aktif. Oke sekarang masuk materi aja sepertinya. Tiap kali gw update blog gw merasa lebih ke sesi curhat daripada berbagi ilmu.

Jadi, Mas Seta mengawali kuliah dengan bertanya, apa sih arti psikologi. Dan ternyata sampe semester 4 ini pun masih banyak banget kita yang gak tau definisi sebenernya psikologi. Dari diskusi ini bisa disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai kejiwaan yang dilihat dari perilaku/tingkah laku seseorang. Perilaku itu terbentuk dari interaksi individu dengan lingkungannya. Nah, dari interaksinya itu terjadilah proses belajar yang menghasilkan perilaku itu sendiri. Psikodiagnostik itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari/mencari tahu tentang tingkah laku. Trus... Mmmmm... Udah mulai lupa nih Mas Seta ngomong apa setelah ini. Kayaknya Mas Seta juga njelasin kalo jadi psikolog itu susah. Psikolog sosial dan lain lain itu beda. Sepertinya kurang lebih itu. Kayaknya waktu itu banyakan bahas peraturan.


Iya. Jadi begitulah isi pertemuan pertama kita. Semoga mahasiswa/i bisa mengikuti semua peraturan yang dibikin dan akhirnya, di akhir semester bisa dapet hasil yang optimal juga. Aminnn. Sekian postingan kali ini. Bye bye. Annyeong!!!!