Tuesday, 1 July 2014

Kode Etik Psikologi

KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA

MUKADIMAH

Berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945, ilmuan psikologi dan psikolog menghormati harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak asasi manusia. Dalam kegiatannya, ilmuan psikologi dan psikolog Indonesia mengabdikan dirinya untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku manusia dalam bentuk pemahaman bagi dirinya dan pihak lain serta memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan tersebut bagi kesejahteraan manusia.

Kesadaran diri tersebut merupakan dasar bagi Ilmuan Psikologi dan Psikolog Indonesia untuk selalu berupaya melindungi kesejahteraan mereka yang meminta jasa/ praktik beserta semua pihak yang terkait dalam jasa/ praktik tersebut atau pihak yang menjadi objek studinya. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki hanya digunakan untuk tujuan yang taat asas berdasarkan nilai-nilai luhur pancasila dan UUD 1945 serta nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya dan mencegah penyalahgunaannya oleh pihak lain.

Tuntutan kebebasan dalam menyelidiki dan mengkomunikasikan hasil kegiatan di bidang penelitian, pengajaran, pelatihan, jasa dan praktik psikologi, maka hasil konsultasi dan publikasinya harus dapat dipahami oleh Psikolog dan Ilmuwan Psikologi dengan penuh tanggung jawab.Kompetensi dan obyektivitas dalam menerapkan kemampuan profesional sesuai dengan bidangnya sangat terikat dan memperhatikan pemakai jasa, rekan sejawat serta masyarakat pada umumnya.

Pokok-pokok pemikiran tersebut, selanjutnya dirumuskan menjadi KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA, sebagai perangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam melakukan kegiatan selaku  Psikolog dan Imuwan Psikologi di Indonesia.


BAB I
PEDOMAN UMUM

Pasal 1
PENGERTIAN

a)      ILMUAN PSIKOLOGI adalah para lulusan perguruan tinggi dan universitas di dalam maupun luar negeri, yaitu mereka yang telah mengikuti pendidikan dengan kurikulum nasional ( SK Mendikbud No.18/D/O/1993) untuk berpendidikan program akademik ( Sarjana Psikologi); lulusan pendidikan tinggi strata 2 ( S2) dan Strata 3 (S3) dalam bidang psikologi, yang pendidikan S1 diperoleh bukan dari fakultas psikologi. Ilmuan psikologi yang tergolong criteria tersebut dinyatakan DAPAT MEMBERIKAN JASA PSIKOLOGI TETAPI TIDAK BERHAK DAN TIDAK BERWENANG UNTUK MELAKUKAN PRAKTIK PSIKOLOGI DI INDONESIA
b)      PSIKOLOG adalah sarjana psikologi yang telah mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 ( S1) dengan kurikulum lama ( system paket murni) perguruan tinggi negeri ( PTN); atau system kredit semester ( SKS) PTN; atau kurikulum nasional  ( SK Mendikbud No. 18/D/O/1993) yang meliputi pendidikan program akademik ( Sarjana Psikologi) dan program pendidikan profesi (Psikolog); atau kurikulum lama perguruan tinggi swsta (PTS) yang sudah mengikuti ujian Negara sarjana psikologi; atau pendiikan tinggi psikologi di luar negeri yang sudah mendapat akreditasi dan disetarakan dengan psikolog Indonesia oleh Direktorat Pendidikan Tinggi ( Dikti) Departemen Pendiikan Nasional ( Depdiknas RI) . sarjana psikologi dengan criteria tersebut dinyatakan BERHAK DAN BERWENANG untuk melakukan PRAKTIK PSIKOLOGI di wilayah hokum Negara Republik Indonesia. Sarjana Psikologi menurut criteria ini jug dikenl dan disebut sebagi PSIKOLOG. Untuk melakukan praktik psikologi Sarjana Psikologi yang tergolong criteria ini DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c)      JASA PSIKOLOGI adalah jasa kepada perorangan atu kelompok/organisasi/institusi yang diberikan oleh ilmuan psikologi Indonesia sesuai kompetensi dan kewenangan ilmuan psikologi di bidang pengajaran, pendidikn, pelatihan, penelitian, penyuluhan masyarakat.
d)      PRAKTIK PSIKOLOGI adalah kegiatan yang dilkukan oleh psikolog dalam memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat dalam pemecahan maslah psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik. Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah terapan prinsip psikologi yang berkaitan dengan melakukan kegiatan DIAGNOSIS, PROGNOSIS, KONSELING, DAN PSIKOTERAPI.
e)      PEMAKAI JAS PSIKOLOGI adalah perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi atau institusi yang menerima dan meminta jasa/praktik psikologi. Pemakai Jasa juga dikenal dengan sbutan KLIEN.

Pasal 2
TANGGUNG JAWAB

Dalam melaksanakan kegiatannya, ilmuan psikologi dan psikolog mengutamakan kompetensi, obyektifitas, kejujuran, menjunjung tinggi integritas dan norma-norma keahlian sert menyadari konsekuensi tindakannya.

Pasal 3
BATAS KEILMUAN

Ilmuan Pskologi dan Psikolog menyadari sepenuhnya batas- batas ilmu psikologi dan keterbatasan keilmuannya.

Pasal 4
PERILAKU DAN CITRA PROFESI

a)      Ilmuan Psikologi dan Psikolog harus menyadari bahwa dalam melaksanakan keahliannya wajib mempertimbangkan dan mengindahkan etika dan nilai-nili moral yang berlaku dalam masyarakat.
b)      Ilmuan Psikologi dan Pskolog wajib menyadari bahwa perilakunya dapat mempengaruhi citra ilmuan Psikologi dan Psikolog serta profesi Psikolog.

BAB II
HUBUNGAN PROFESIONAL

Pasal 5
HUBUNGAN ANTAR REKAN PROFESI

a)      Ilmuan Psikologi dan Psikolog wajib menghrgai, menghormati dan menjaga hak- hak serta nama bak rekan profesinya yaitu sejawat akademisi keilmuan Psikologi/psikolog.
b)      Ilmuan Psikologi dan Psikolog seyogianya saling memberikan umpan balik untuk peningkatan keahlian profesinya.
c)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib mengingatkan rekan profesinya dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi.
d)      Apabila terjadi pelanggaran kode etik psikologi yang diluar batas kompetensi dan kewenangan maka wajib melaporkan kepada organisasi profesi.

Pasal 6
HUBUNGAN DENGAN PROFESI LAIN

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menghargai, menghormati kompetensi dan kewenangan rekan dari profesi lain.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib mencegah dilakukannya pemberian jasa atau praktikpsikologi oleh orang lain atau pihak lain yang tidak tidak memiliki  kompetensi dan kewenangan.

BAB III
PEMBERIAN JASA/PRAKTIK PSIKOLOGI

Pasal 7
PELAKSANAAN KEGIATAN SESUAI BATAS KEAHLIAN/ KEWENANGAN

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog hanya memberikan jasa/praktik psikologi dalam hubungannya dengan kompetensi yang bersifat obyektif sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pengaturan terapan keahlian ilmun psikologi dan psikolog.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog dalam memberikan jasa/praktik psikologi wajib memberikan jasa/praktik psikologi wajib menghormati hak-hak lembaga / organisasi atau institusi tempat melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan, pelatihan, dan pendiikan sejauh tidak bertentangan dengan kompetensi dan kewenangannya

Pasal 8
SIKAP PROFESIONAL DAN PERLAKUAN TERHADAP PEMAKAI JASA ATAU KLIEN

Dalam memberikan jasa/ praktik psikologi kepada pemakai jasa atau klien, baik yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi sesuai dengan keahlian dan kewenangannya, ilmuan psikologi dan psikolog berkewajiban untuk :
a)            Mengutamakan dasar-dasar professional.
b)            Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang membutuhkannya.
c)            Melindungi klien ata pemakai jasa dari akibat yang merugukan  sebgai dampak jasa/praktik yang diterimanya.
d)            Mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien dan pihak-pihak yang terkat dalam pemberian pelayanan tersebut.
e)            Dalam hal pemakai jasa atau klien yang menghadapi kemungkinan akan terkena dampk negative yang tidak dapat dihindari akibat pemberian jasa/praktik psikologi yang dilakukn oleh ilmuan psikologi dan psikolog maka pemakai jasa atau klien tersebut harus diberitahu.

Pasal 9
ASAS KESEDIAAN

Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menghormati dan menghargai hak pemakai jasa atau klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian jasa/ praktik psikologi, mengingat asas sukarela yang mendasari pemakai jasa dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses pemberian jasa/praktik psikologi.

Pasal 10
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN

Interpretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa psikologi  hanya boleh dilakukan oleh psikolog berdasarkan kompeteni dan kewenangan.

Pasal 11
PEMANFAATAN DAN PENYAMPAIAN HASIL PEMERIKSAAN

Pemanfaatan hasil pemeriksaan dilakukan dengn memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam praktik psikologi. Penyampaian hasil pemeriksaan psikologik diberikan dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami klien atau pemakai jasa.

Pasal 12
KERAHASIAAN DATA DAN HASIL PEMERIKSAAN

Ilmuan psikologi dan psikolog wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini keterangan atau data mengenai klien yang diperoleh ilmuan psikologi dan psikologi dalam rangka pemberian jasa/praktik psikologi wajib memenuh hal-hal sebagai berikut:
a)      Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan hanya memuat hal-hal yang langsung dengan tujuan pemberian jasa / praktik psikologi.
b)      Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak-pihak yang secara langsung berwenang atas diri klien atau pemakai jasa psikologi.
c)      Dapat dikomunikasikan dengan bijaksna secara lisan atau tertulis kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan klien, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut identitas orang atau klien yang bersangkutan tetap dirahasiakan.
d)      Keterangan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain  atas persetujuan klien atau penasehat hukumnya.
e)      Jika klien masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak mampu untuk memberikan persetujuan secara sukarela, maka psikolog wajib melindungi orang-orang ini agar tidak mengalami hal-hal yang merugikan.

Pasal 13
PENCANTUMAN IDENTITAS PADA PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN DARI PRAKTIK PSIKOLOGI

Segala keterangan yang diperoleh dari kegiatan praktik psikologi sesuai keahlian yang dimilikinya pada pembuatan laporan secara tertulis, psikolog yang bersangkutan wajib membubuhkan tanda tangan, nama jelas, dan nomor izin praktik sebagai bukti pertanggungjawaban.

BAB IV
PERNYATAAN

Pasal 14
PERNYATAAN

a)      Dalam memberikan pernyataan dan keterangan/ penjelasan ilmiah kepada masyarakat umum melalui erbagai jalur media baik lisan maupun tertulis, ilmuan psikologi dan psikolog bersikap bijaksana, jujur, teliti, hati-hati, lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada pribadi atau golongan, dengan berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang keahlian/kewenangan selama tidk bertentangan dengan kode etik psikologi. Pernyataan yang diberika ilmuan psikologi dan psikolog mencerminkan keilmuannya, sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secra benar.
b)      Dalam melakukan publikasi keahliannya, ilmuan psikologi dan psikolog bersikap bijaksana, wajar, dan jujur dengan memerhatikan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku untuk menghindari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa psikologi

BAB V
KARYA CIPTA

Pasal 15
PENGHARGAAN TERHADAP KARYA CIPTA PIHAK LAIN DAN PEMANFAATAN KARYA CIPTA PIHAK LAIN

Karya cipta psikologi dalam bentuk buku dan alat tes atau bentuk lainnya harus dihargai dan dalam pemanfaatannya hendaknya memperhatikan ketentuan perundangan mengenai hak cipta atau hak itelektual yang berlaku.
a)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menghargai karya cipta pihak lain sesuai dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya.
c)      Ilmuan psikologi dan psikolog tidak dibenarkan menggandakan, memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemegang hak cipta.

Pasal 16
PENGGUNAAN DAN PENGUASAAN SARANA PENGUKURAN PSIKOLOGIK

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib membuat kesepakatan dengan lembaga institusi/ organisasi tempat bekerja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan, kepemilikan,penggunaan , penguasaan, sarana pengukuran. Ketentuan mengenai hal ini diatur sendiri.
b)      Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menjaga agar sarana pengukuran  agar tidak dipergunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang dan yang tidak berkompeten.

BAB VI
PENGAWASAN PELAKSANAAN KODE ETIK

Pasal 17
PELANGGARAN

Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap kode etik psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam anggara dasar, anggaran rumah tangga himpunan psikologi Indonesia dan pedoman pelaksanaan kode etik psikologi di Indonesia.


Pasal 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA

a)      Penyelesaian masalah pelanggaran kode etik psikologi di Indonesia oleh ilmuan psikologi dan psikolog dilakukan oleh majelis psikologi dengan memperhatikan laporan dan member kesempatan membela diri
b)      Apabila terdapat masalah etka dalam pembrian jasa/praktik psikologiyang belum diatur dalam kode etik psikologi Indonesia, aka himpunan psikologi Indonesia wajib mengundang majelis psikologi untuk  membahas dan merumuskannya , kemudian disahkan dalam kongres.

Pasal 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG

a)      Ilmuan psikologi dan psikolog tidak ikut serta dalam kegiatan dimana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini.
b)      Apabila ilmuan psikologi atau  psikolog mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka ilmuan psikologi atau psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan/pemberitaan itu.

BAB VII
PENUTUP

Kode etik psikologi di Indonesia ini disertai lampiran , yaitu pedomanpelaksanaan dank ode etik psikologi Indonesia. Lampiran tersebut tidak terpisahkan dari kode etik ini, dan sifatnya menjelaskan dan melengkapi kode etik psikologi Indonesia.

Thursday, 12 June 2014

Interpretasi Tes Psikologi

Sebuah tes psikologis adalah alat yang dirancang untuk mengukur konstruksi teramati, juga dikenal sebagai variabel tersembunyi. Sebuah tes psikologis yang berguna haus valid (ada bukti yang mendukung penafsiran tertentu dari tes) dan dapat diandalkan (yaitu secara internal konsisten atau memberikan hasil yang konsisten dari waktu ke waktu, melintasi penilai, dll)

Penilaian psikologis mirip dengan tes psikologis tetapi biasanya melibatkan penilaian yang lebih komprehensif dari individu. Penilaian psikologis adalah proses yang melibatkan memeriksa integrasi informasi dari berbagi sumber, seperti tes kepribadian normal dan abnormal, tes kemampuan atau kecerdasan, tes minat atau sikap, serta informasi dari wawancara pribadi. Informasi juga dikumpulkan tentang pribadi, pekerjaan, aau sejarah medis, seperti cacatan atau dari wawanacara dengan orang tua, pasangan, guru, atau terapis sebelumnya, dan dokter.

Seorang diagnostikus tidak bebas dalam menyelenggarakan pemeriksaan psikologi, banyak persyaratan yang dituntut dan dipertimbangkan. Tes psikologi tidak akan ada manfaatnya bila berada di tangan orang yang tidak ahli. Bila tes psikologi mengalami kesalahan dalam penyelenggaraan dan  interpretasinya, maka akan berdampak besar karena berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Secara ideal dan teoritis, hanya ahli psikologi dan yang telah mendapat pelatihan khusus yang berhak menyelenggarakan pemeriksaan psikologi dan psikodiagnostik. Tapi pada kenyataannya, ada ahli dari luar bidang psikologi yang menyelenggarakan pemeriksaan psikologi.

Permasalahan dalam etika pemeriksaan psikologi, biasanya :
  • Siapa yang berhak melakukan diagnosis psikologi (menyelenggarakan tes psikologi dan menginterpretasikannya)?
  • Siapa yang bertanggung jawab untuk menggunakan perangkat tes (termasuk masalah penggandaannya)?
  • Bagaimana seharusnya seorang dignostikus bersikap dan bertingkah laku dalam menegakkan diagnosa psikologi?

Dari segi penggunaannya, diagnosa psikologi dan penyelenggaraannya dikelompokkan sebagai berikut :
  • Diagnosa untuk keperluan pelatihan/pendidikan. Para calon ahli psikologi dapat membuat diagnosis sebagai latihan untuk tugas.
  • Diagnosa mengenai prestasi belajar.
  • Diagnosa dengan menggunakan tes psikologi oleh ahli psikologi atau yang mendapatkan pendidikan dan pelatihan khusus. Di tangan para ahli, tes psikologi akan sangat bermanfaat. Di tangan yang bukan ahli, bisa mendatangkan bahaya bagi individu yang ditangani.
Kategori tes menurut APA

Level A

Alat tes yang dapat diadministrasikan, di skor, dan di interpretasikan dengan bantuan manual. Dapat digunakan dan diinterpretasikan oleh non-psikolog yang bertanggung jawab seperti executive business dan kepala sekolah. Interpretasi tes ini tetap memerlukan kursus tingkat advance, lulusan sarjana dari universitas yang terakreditasi, dan pelatihan yang setara di bawah pengawasan supervisor/konsultan yang qualified. Contohnya : Tes vocational, pencapaian akademik, sebagian besar inventori minat, dan tes pilihan ganda.

Level B

Alat tes ini memerlukan latar belakang training khusus dalam administrasi, skoring, dan interpretasi. Tes ini memerlukan pemahaman tentang prinsip-prinsip psikometri, sifat-sifat yang diukur, dan latar belakang keilmuan. Orang yang mengadakan tes ini adalah mereka yang telah meyelesaikan pendidikan tingkat lanjut dalam bidang testing dari institusi yang terakreditasi, mendapatkan training dibahwah pengawasan psikolog, mendapatkan pelatihan psikometri, dan berpengalaman dalam administrasi, skoring, dan interpretasi. Tes ini mencakup sebagian besar tes prestasi/minat individual dan kelompok, inventory screening, dan tes personal. Contohnya : Tes bakat dan tes inventori kepribadian untuk populasi normal.

Level C

Memiliki kategori yang paling ketat. Selain pelatihan administrasi scoring dan interpretasi, tes ini juga membutuhkan pemahaman tes secara substantif. Orang yang bisa mengadakan tas ini adlah mereka yang mengikuti pelatihan profesional khusus, hanya digunakan oleh yang telah mendapatkan pendidikan minimun master di bidang psikologi, membutuhkan verivikasi tentang ijin/sertifikasi sebagai psikolog. Tes ini meliputi tes diagnostik klinis, kepribadian, bahasa, atau bakat (kelompok/individual). Contoh : Tes kecerdasan individu, tes proyektif, dan battery neuropsychology

Siapa yang bertanggung jawab untuk mengamankan perangkat tes?

Perangkat tes merupakan tanggung jawab para ahli yang menggunakan materi tes tersebut. Penggandaan materi hanya diperkenankan oleh penerbit yang memiliki kualifikasi dan terbatas. Semakin sulit diinterpretasikan, semakin terbatas yang dapat menerbitkan (Cronbach, 1969). Prinsip sistem kendali pendistribusian dapat dilihat di Ethnical Standards of Psychologist dari APA.

Etika dalam menginterpretasikan tes?

  • Hanya pada aspek-aspek yang dapat dikuantifikasikan
  • Pengukuran bukan pada kliennya sendiri, tapi pada fakta objektif yang berhubungan dengannya. Individu berada di luar hasil objektif yang dihasilkan.
  • Sikap pemeriksa : Sikap teknis, praktis, dan pragmatis.
  • Pembahasan hasil : rasional bukan emosional.

Sikap hubungan antara pemeriksaan dan subjek yang diperiksa (Sumadi Suryabrata, 1971) :
  1. Tidak menganggap subjek sebagai pasien atau penderita yang butuh pertolongan, tapi sebagai manusia yang mempunyai harga diri, keinginan-keinginan tertentu, dan menghargai latar belakang agama, politik, dan lingkungan sosialnya.
  2. Menjaga rahasia pribadi subjek.
  3. Membuat diagnosa dengan hati-hati.
  4. Penuh simpati dalam memahami kesulitan-kesulitan subjek.
  5. Menciptakan rasa aman bagi subjek yang diperiksa selama pemeriksaan berlangsung.

Kemampuan dan keterampilan yang diperlukan dalam proses psikodiagnostik menurut Sunberg :
  • Mengetahui tujuan penilaian (assessment) dengan jelas.
  • Dalam assessment kepribadian, diawali dengan meneliti dengan cepat masalah dan situasi hidup subjek. Lebih rinci meneliti area lain yang relevan dengan tujuan pemeriksaan.
  • Pemeriksa harus peka terhadap latar belakang budaya, sosial, etnis subjek, orang lain dan pengaruhnya terhadap pemeriksaan.
  • Prosedur pemeriksaan yang baku.
  • Membatasai jumlah data ketika mengumpulkan informasi baru tentang subjek, yang ada relevansinya dengan tujuan pemeriksaan.
  • Tidak melakukan spekulasi dalam menginterpretasikan dan menarik kesimpulan dari data yang diperoleh tentang subjek.
  • Secara umum, pemeriksa harus menguasai beberapa teori kepribadian sebagai landasan dalam menganalisis subjek yang diperiksa.



Thursday, 5 June 2014

Teknik Observasi dan Wawancara

A. WAWANCARA
           
            Wawancara telah diakui sebagai teknik pengumpulan data atau informasi yang penting dan banyak dilakukan dalam pengembangan sistem informasi. Wawancara adalah suatu percakapan langsung dengan tujuan-tujuan tertentu dengan menggunakan format tanya jawab yang terencana. Wawancara memungkinkan analis sistem mendengar tujuan-tujuan, perasaan, dan pendapat . Analis sistem menggunakan wawancara untuk mengembangkan hubungan mereka dengan klien, mengobservasi tempat kerja, serta untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan kelengkapan informasi. 

Ada dua jenis pertanyaan dalam wawancara:
  • Pertanyaan Terbuka (Open – Ended) : Pertanyaan terbuka menggambarkan pilihan bagi orang yang diwawancarai untuk merespons. Mereka terbuka dan bebas merespons. Respons dapat berupa dua kata atau dua paragraf.
  • Pertanyaan Tertutup (Close – Ended) : Pertanyaan tertutup membatasi respons orang yang diwawancarai. Pertanyaan tertutup seperti dalam soal-soal pilihan ganda dalam ujian. Anda diberi suatu pertanyaan dengan lima jawaban, namun tidak punya kesempatan menulis tanggapan Anda sendiri. Jenis pertanyaan tertutup khusus lainnya ialah pertanyaan dua pilihan. Jenis pertanyaan ini membatasi orang yang ditanya karena hanya memungkinkan untuk memilih salah satu dari dua pilihan, seperti ya atau tidak, benar atau salah, setuju atau tidak setuju.
Struktur-struktur pertanyaan :
  1. Struktur Piramid : Dengan menggunakan bentuk ini, penanya mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan mendetail, biasanya berupa pertanyaan tertutup. Kemudian penanya memperluas topik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan membuka respons-respons yang lebih umum.
  2. Struktur Corong : Struktur ini memulai wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan umum dan terbuka, lalu membatasi respons dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendetail dan tertutup.
  3. Struktur Berbentuk Wajik : Struktur ini harus dimulai dengan suatu cara khusus, kemudian menentukan hal-hal yang umum dan akhirnya mengarah pada kesimpulan yang sangat spesifik.
Kelebihan teknik wawancara:
  1. Wawancara memberikan kesempatan kepada pewawancara untuk memotivasi orang yang diwawancarai untuk menjawab dengan bebas dan terbuka terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
  2. Memungkinkan pewawancara untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan situasi yang berkembang.
  3. Pewawancara dapat menilai kebenaran jawaban yang diberikan dari gerak-gerik dan raut wajah orang yang diwawancarai.
  4. Pewawancara dapat menanyakan kegiatan-kegiatan khusus yang tidak selalu terjadi. 
Kekurangan teknik wawancara:
  1. Proses wawancara membutuhkan waktu yang lama, sehingga secara relatif mahal dibandingkan dengan teknik yang lainnya.
  2. Keberhasilan hasil wawancara sangat tergantung dari kepandaian pewawancara untuk melakukan hubungan antar manusia.
  3. Wawancara tidak selalu tepat untuk kondisi-kondisi tenpat yang tertentu, misalnya di lokasi-lokasi yang ribut dan ramai.
  4. Wawancara sangat menganggu kerja dari orang yang diwawancarai bila waktu yang dimilikinya sangat terbatas.
Yang perlu diperhatikan saat wawancara : 
  • Error of Recognition: ingatan yang terbatas
  • Error of Omission: ada hal-hal yang dikatakan partisipan terlewatkan
  • Error of Addition: melebih-lebihkan karena disimpulkan sendiri
  • Error of Substitution: menyimpulkan ingatan peneliti dengan membuat dengan arti lain
  • Error of Transportation: Urutan cerita dibolak-balik sesuai keinginan sehingga dinamika berbeda.

B. OBSERVASI

            Observasi adalah pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang dilakukan merupakan cara sistematis dan selektif yang bertujuan dalam mengamati dan mendengarkan sebuah interaksi atau fenomena saat sedang terjadi. Melalui observasi penganalisis dapat memperoleh pandangan-pandangan mengenai apa yang sebenarnya dilakukan, memahami pengaruh latar belakang fisik terhadap para pembuat keputusan, menafsirkan pesan-pesan , serta memahami pengaruh para pembuat keputusan terhadap pembuat keputusan lainnya.

JENIS-JENIS OBSERVASI
  • PARTISIPATIF : Pengamatan yang dilakukan dengan cara observer ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi obyek yang diselidiki
  • NON PARTISIPATIF : Pengamatan bersifat pasif/tidak ikut berpartisipasi. Observer tidak berperan serta ikut ambil bagian kehidupan observee, observer hanya sebagai penonton
  • SISTEMATIK (STRUCTURED) : Observasi berstruktur, menggunakan pedoman observasi, mempersiapkan instrumen observasi dengan kerangka/struktur yang jelas, serta mengklasifikasikan faktor-faktor yang akan diobservasi dengan kategori yang  lebih spesifik, terbatas, terarah, dan sistematis
  • NON SISTEMATIK: Tidak menggunakan pedoman observasi secara berstruktur, mengamati apa yang ada di tempat peristiwa pada saat itu dengan menggunakan frame yang ada di dalam pemikiran atau mind observer
  • EXPERIMENTAL : Mengamati perlakuan yang dikondisika, dengan sengaja menciptakan situasi/ kondisi di suatu tempat/ ruangan tertentu, kondisi yang diatur dan dikendalikan sedemikian rupa, observer mengamati gejala yang muncul sebagai hasil pengkondisian
Kelebihan metode observasi :
  1. Data yang dikumpulkan melalui observasi cenderung mempunyai keandalan yang tinggi.
  2. Penganalisis melalui observasi dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakan. Pekerjaan pekerjaan yang rumit kadang-kadang sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Melalui observasi, penganalisis dapat mengidentifikasikan kegiatan-kegiatan yang tidak tepat yang telah digambarkan oleh teknik pengumpulan data yang lain.
  3. Dengan observasi, penganalisis dapat menggambarkan lingkungan fisik dari kegiatan-kegiatan, misalnya tata letak fisik peralatan, penerangan, gangguan suara, dsb.
Kekurangan metode observasi:
  1. Umumnya orang yang diamati merasa terganggu atau tidak nyaman, sehingga akan melakukan pekerjaanya dengan tidak semestinya.
  2. Pekerjaan yang sedang diobservasi mungkin tidak dapat mewakili suatu tingkat kesulitan pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan khusus yang tidak selalu dilakukan.
  3. Observasi dapat mengganggu pekerjaan yang sedang dilakukan.
  4. Orang yang diamati cenderung melakukan pekerjaannya dengan lebih baik dari biasanya dan sering menutupi kejelekannya (fakingPartisipan menyadari bahwa sedang diamati lalu memanipulasi perilaku (Hawthorne effect)
  5. Bias dari peneliti
  6. Interpretasi dari hasil observasi berbeda antar observer
  7. Kemungkinan adanya data yang kurang lengkap saat melakukan observasi, ingatan peneliti

Wednesday, 28 May 2014

Analisis Film "Se7en"



Review

                Secara ringkas, film ini bercerita tentang dua detektif bernama Somerset, seorang detektif senior yang sebentar lagi akan pensiun, diperankan oleh Morgan Freeman dan David Mills, seorang detektif muda yang baru saja dipindahkan dari suatu distrik, diperankan oleh Brad Pitt. Dihari pertama mereka bekerja bersama, mereka menemukan seorang pria obesitas yang dipaksa untuk makan sampai akhirnya mati, pria ini mewakili “Gluttony” atau kerakusan. Pada hari selanjutnya, ditemukan seorang jaksa yang juga terbunuh dengan sadis. Di dekat lokasi kematian jaksa ini ditemukan tulisan “Greed” atau keserakahan. Disini, kedua detektif itu menemukan beberapa petunjuk yang menuntun mereka kepada seorang pembunuh berantai yang menghubungkan kejahatannya dengan “Seven deadly sins” atau 7 dosa yang mematikan. Dua hari kemudian, sidik jari yang mereka temukan di lokasi sebelumnya menuntun mereka ke suatu apartemen dan menemukan seorang pria sekarat yang sedang diikatkan ke kasurnya. Pada awalnya, kedua detektif ini mengira bahwa pria itu sudah mati tapi ternyata belum. Di lokasi ini juga ditemukan foto-foto yang sengaja diambil oleh pembunuh tersebut sama seperti di lokasi-lokasi sebelumnya. Pada pria yang ditemukan sekarat ini ditemukan kata “Sloth” atau kemalasan.
                Di sisi lain, ada Tracy Mills, istri dari detektif Mills yang diperankan oleh Gwyneth Paltrow. Dia merasa kurang nyaman dengan kepindahannya ke kota baru ini ditambah dengan kasus yang sedang ditangani suaminya. Suatu hari, Tracy mengajak untuk bertemu dengan detektif Somerset. Tracy memberi tahu bahwa dia sedang mengandung dan berencana untuk melakukan aborsi. Namun dicega oleh detektif Somerset yang menyarankan untuk bersabar dan untuk tidak memberi tahu detektif Mills dahulu mengenai kehamilannya.
                Akhirnya setelah melakukan observasi melalui studi pustaka, Somerset dan Mills menemukan seorang pria yang bernama John Doe, yang ditemukan sangat sering meminjam buku mengenai 7 dosa yang mematikan. Mereka melacak tempat tinggal John Doe. Ketika mereka tiba di apartemen John Doe, terjadi kejar-kejaran antara kedua detektif ini dan John Doe. Namun sayangnya John Doe berhasil melarikan diri. Mereka akhirnya memutuskan untuk menyelidiki apartemen milik John Doe yang berisi catata-catatan dan beberapa petunjuk untuk korban selanjutnya. Korban selanjutnya adalah seorang pelacur yang mewakili “Lust” atau nafsu. Hari berikutnya, ditemukan seorang model yang meninggal dengan wajah yang hancur. Ditelusuri bahwa model itu membunuh dirinya dengan memotong hidungnya. Model ini mewakili “Pride” atau kebanggaan.
                Setelah kasus itu, mereka kembali ke kantor polisi, John Doe datang dan menyerahkan diri untuk ditangkap. Setelah diselidiki, ternyata John Doe memotong kulit di tangannya untuk menghindari sidik jarinya diketahui oleh kepolisian. Melalui pengacaranya, John Doe mengatakan bahwa dia akan mengantar kedua detektif itu kepada dua mayat terakhir yang dibunuhnya. Pada akhirnya kedua detektif ini setuju. John Doe mengarahkan mereka ke suatu daerah gurun yang cukup jauh dari kota. Di dalam perjalanan, John Doe mengklain bahwa Tuhan menyuruhnya untuk menghukum orang-orang yang berdosa dan mengungkapkan bahwa dunia adalah tempat yang mengerikan untuk para pendosa itu.
                Setelah sampai di lokasi itu, sebuah van datang. Supir itu kemudian menyerahkan sebuah paket kepada detektif Somerset. Setelah dibuka, Somerset terkejut ketika mengetahui bahwa isi paket tersebut adalah kepala dari istri detektif Mills. Somerset kemudian berlari ke arah Mills yang sedang bersama dengan John Doe. Disitu John Doe berkata bahwa dia iri dengan detektif Mills yang memiliki hidup yang normal. Kemudian Doe mengatakan bahwa dirinya mewakili “Envy” atau iri hati. Ia kemudian memberi tahu kembali detektif Mills mengenai kehamilan Tracy, kemudian bertanya apakah Mills ingin membunuhnya dan menjadi “Wrath” atau murka. Akhirnya detektif Mills, terdorong oleh rasa amrah menembaki John Doe beberapa kali, sampai akhirnya John Doa mati dan “pekerjaannya” dianggap selesai dengan sempurna. Diakhir film, ada suatu quote dari Ernest Hemingway yang isinya,”The world is a fine place and worth fighting for

Teori dan Analisis
                 
Kepribadian menurut Kartini Kartono adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain ; integrasi karakteristik dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat, pendirian, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang, segala sesuatu mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui orang lain.
                Allport juga mendefinisikan personality sebagau susunan psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaianyang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport melipui kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang psikologis tetapi meliputi dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik secara umum.
                Maslow dan Mittelmann (Kartini Kartono, 1989 : 6-9), menyatakan bahwa pribadi yang normal dengan jiwa yang sehat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut.

  • Memiliki rasa aman yang tepat (sense of security) 
  • Memiliki penilaian diri (self evaluation) dan wawasan (insight) yang rasional.   
  • Memiliki spontanitas dan emosional yang tepat. 
  • Memiliki kontak dengan realitas secara efisien. 
  • Memiliki dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu yang sehat. 
  • Memiliki pengetahuan mengenai dirinya secara objektif. 
  • Memiliki tujuan hidup yang adekuat, tujuan hidup yang realistis, yang didukung oleh potensi. 
  • Mampu belajar dari pengalaman hidupnya. 
  • Sanggup untuk memenuhi tuntutan-tuntutan kelompoknya. 
  • Ada sikap emansipasi yang sehat pada kelompoknya. 
  • Kepribadiannya terintegrasi.

                Singgih Dirgagunarsa (1998 : 145) menyatakan bahwa psikopat merupakan hambatan kejiwaan yang menyebabkan penderita mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap norma-norma sosial yang ada di lingkungannya. Penderita psikopat memperlihatkan sikap egosentris yang besar, seolah-olah patokan untuk semua perbuatan dirinya sendiri saja. Psikopat tak sama dengan gila (skizofrenia/psikosis) karena seorang psikopat sadar sepenuhnya akan perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut psikopati, pengidapnya seringkali disebut orang gila tanpa gangguan mental.
                Menurut Kartini Kartono (1999 : 95), psikopat adalah bentul kekalutanmental (mental disorder) yang ditandai dengan tidak adanya pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi sehingga penderita tidak pernah bisa bertanggung jawab secara moral dan selalu konflik dengan norma-norma sosial dan hukum. Selanjutnya Kartini Kartono menyebutkan gejala-gejala psikopat antara lain sebagai berikut :

  1. Tingkah laku dan realasi social penederita selalu asosial, eksentrik dan kronis patologis, tidak memiliki kesadaran social dan inteligensi sosial.   
  2. Sikap penderita psikopat selalu tidak menyenangkan orang lain. 
  3. Penderita psikopat cenderung bersikap aneh, sering berbuat kasar bahkan ganas terhadap siapapun.   
  4. enderita psikopat memiliki kepribadian yang labil dan emosi yang tidak matang.

    Dalam bukunya yang berjudul The Mask of Sanity, Hervey Cleckley mendeskripsikan 16 karakteristik yang biasa ditemukan dalam individu psikopat :
  1. Superficial charm and good “intelligence” ditunjukkan pada saat wawancara dengan Doe, detektif Mills dan Somerset berusaha untuk mengetahui asal usul John Doe, mereka menemukan bahwa John Doe kaya dengan sendirinya, berpendidikan, dan gila. Terlihat juga bahwa John Doe berpendidikan dengan caranya mencari cara untuk menghilangkan jejak dan studi-nya mengenai 7 dosa yang mematikan. Dia juga sangat sabar dalam merencakan pembunuhan yang akan dilakukannya secara matang. Saat diwawancara, dia juga pandai dalam memutar balikkan kata dan membuat orang lain ter-persuasi akan apa yang dikatakannya. 
  2. Absence of delusional and other signs of irrational thinking. Dia menganggap bahwa tindakan yang dilakukannya adalah perintah dari Tuhan. Untuk menghukum orang-orang yang dianggap berdosa.
  3. Absence of “nervousness” or psychoneurotic manifestations. Ditunjukkan bahwa saat di investigasi dan diwawancara oleh kedua detektif saat di mobil, John Doe tidak menunjukkan tanda-tanda tertekan. Dia dengan santai menaggapi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh kedua detektif itu tanpa terlihat terintimidasi.
  4. Unreliability 
  5. Untruthfulness and insincerity. Kurang sesuai dengan karakter John Doe. Karena disini dia mengatakan apa yang benar menurut pikirannya.   
  6.  Lack of remorse and shame. Berdasarkan cerita, John Doe tidak mengalami rasa penyesalan sedikit pun atas pembunuhan yang dilakukannya. Dia juga mengatakan bahwa dia tidak mengashani orang-orang tersebut. Dia malah merasa bangga akan apa yang telah berhasil dia kerjakan. Dia juga tidak malu dianggap sebagai orang gila dan sebagainya.
  7. Inadequately motivated antisocial behavior. Kurang dijelaskan di dalam film. Tapi sepertinya John Doe kurang baik dalam berkomunikasi di lingkungannya. Dia pandai berbicara dan memutarbalikkan fakta yang ada.
  8. Poor judgement and failure to learn by experience
  9. Pathologic egosentric and incapability in love. Kurangnya rasa empati karena dia bisa membunuh para korbannya dengan tenang dan tanpa rasa bersalah. Dia juga membunuh korbannya dengan cara yang sadis dan tidak berperikemanusiaan.
  10. General poverty in mayor affective reaction.
  11. Specific loss of insight. Apa yang benar menurut John Doe sebenarnya sangat merugikan pihak-pihak lain. Disini dia menganggap bahwa dia mendapatkan perintah dari Tuhan yang kemudian dipertanyakan oleh detektif Somerset, jika ini perintah Tuhan menurut John Doe, mengapa dia terlihat sangat senang dengan apa yang dilakukannya dan tidak terlihat terpaksa. Dalam hal ini membunuh.
  12. Unreponsiveness in general interpersonal relations. John Doe kurang peduli dengan lingkungannya. 
  13. Fantastic and uninviting behavior with drink and sometimes without. Hal ini kurang dijelaskan di dalam film ini.
  14. Suicide threats rarely carried out. Seperti di dalam film, John Doe tidak mengancam akan bunuh diri atau sebagainya. Dia hanya menyerahkan diri secara sukarela.
  15. Sex life impersonal, trivial, and poorly integrated
  16. Failure to follow any life plan.

                Ciri-ciri psikopat menurut Psychopathic Checklist-Revised sebagai berikut : fasih berbicara dengan daya tarik yang superfisial, merasa diri berharga, berbohong, menipu dan manipulatif, emosi dangkal atau kurangnya rasa bersalah, kurangnya empati dan sifat tidak berperasaan, gaya hidup parasit, rendahnya kontrol perilaku, perilaku seksual yang sembarangan, tidak realistik, impulsif, tidak bertanggung jawab, gagal mengerjakan tanggung jawab pribadi, relasi pernikahan yang pendek, kenakalan masa remaja, pandai dalam tindak kriminal. (Pasanen & Lee, 2008; Blair, 2010; James, 2010 dalam Ivana Sajogo)